Jurnal Chemistry Senses menyebutkan, MSG (Monosodium
Glutamate) mulai terkenal tahun 1960-an, tapi sebenarnya memiliki sejarah
panjang. Selama berabad-abad orang Jepang mampu menyajikan masakan yang sangat
lezat. Rahasianya yaitu penggunaan sejenis rumput laut yamg disebut Laminaria
japonica. Pada tahun 1908, Kikunae Ikeda, seorang profesor di Universitas
Tokyo, menemukan kunci kelezatan itu pada kandungan asam glutamat. Penemuan ini
melengkapi 4 jenis rasa sebelumnya – asam, manis, asin dan pahit – dengan umami
(dari akar kata umai yang dalam bahasa Jepang berarti lezat). Sementara menurut
beberapa media populer , sebelumnya di Jerman pada tahun 1866, Ritthausen juga
berhasil mengisolasi asam glutamat dan mengubahnya menjadi dalam bentuk
monosodium glutamate (MSG), tetapi belum tahu kegunaannya sebagai penyedap rasa.
Seiring perkembangan jaman dan kemajuan
teknologi, diketahui bahwa rasa gurih dari makanan juga bisa didapat dari
protein yang dipecah lagi menjadi asam amino tertentu dengan menggunakan proses
fermentasi , jadilah produk/bahan yang disebut MSG dan bahan bakunya kaya
glukosa seperti tetes tebu (molasses), singkong, jagung, gandum, sagu/tapioca
dan beras. MSG ini banyak digunakan dalam bahan makanan/masakan karena sifatnya
yang gurih/umami itu. Dipasaran kita tahu berbagai produk yang telah beredar
yang fungsinya membuat masakan menjadi gurih. Secara kimiawi MSG adalah senyawa
yang merupakan kombinasi dari +/- 10% air (H2O), 12% sodium (natrium) dan 78%
glutamat. Secara penggolongan tentang makanan dan minuman di lembaga kesehatan
MSG digolongkan sebagai zat penambah rasa (flavor additive).
Sejak penemuan itu, Negara yang bernama Jepang
memproduksi asam glutamat melalui ekstraksi dari bahan alamiah. Tetapi karena
permintaan pasar terus melonjak, tahun 1956 mulai ditemukan cara produksi
L-glutamic acid melalui fermentasi. L-glutamic acid inilah inti dari MSG, yang
berbentuk butiran putih mirip garam. MSG sendiri sebenarnya tidak memiliki
rasa. Tetapi bila ditambahkan ke dalam makanan, akan terbentuk asam glutamat
bebas yang ditangkap oleh reseptor khusus di otak dan mempresentasikan rasa
dasar dalam makanan itu menjadi jauh lebih lezat dan gurih.
Sejak tahun 1963, Jepang bersama Korea
mempelopori produksi masal MSG yang kemudian berkembang ke seluruh dunia, tak
terkecuali Indonesia. Setidaknya sampai tahun 1997 sebelum krisis, setiap tahun
produksi MSG Indonesia mencapai 254.900 ton/tahun dengan konsumsi mengalami
kenaikan rata-rata sekitar 24,1% per tahun.
Pada perkembangannya, MSG menimbulkan isu pro
& kontra karena dianggap menyebabkan berbagai jenis ketidaknyamanan dalam
kesehatan, tetapi ada/banyak juga yang menganggapnya aman. Yang pasti badan dunia
FAO (Food and Agricultural Organization) melalui JECFA (Joint Expert Commitee
on Food Additive) pada evaluasi terhadap MSG yang terakhir pd thn 1987,
memberikan status Acceptable Daily Intake (ADI) not specified atau dengan kata
lain aman (sumber :Wikipedia).
Kita semua juga tahu segala sesuatu yang
berlebihan tentu tidak baik bagi tubuh kita, termasuk tentunya konsumsi yang
berlebihan dari MSG.
Laporan FASEB 31 Juli 1995 menyebutkan, secara
umum MSG aman dikonsumsi. Tetapi memang ada dua kelompok yang menunjukkan
reaksi akibat konsumsi MSG ini. Pertama adalah kelompok orang yang sensitif
terhadap MSG (25% dari populasi) yang berakibat muncul keluhan berupa : rasa
panas di leher, lengan dan dada, diikuti kaku-kaku otot dari daerah tersebut
menyebar sampai ke punggung. Gejala lain berupa rasa panas dan kaku di wajah
diikuti nyeri dada, sakit kepala, mual, berdebar-debar dan kadang sampai
muntah. Sedang kelompok kedua adalah penderita asma, yang banyak
mengeluh meningkatnya serangan setelah mengkonsumsi MSG. Munculnya keluhan di
kedua kelompok tersebut terutama pada konsumsi sekitar 0,5 – 2,5 g MSG.
Sementara untuk penyakit-penyakit kelainan syaraf seperti Alzheimer dan
Hungtinton chorea, tidak didapatkan hubungan dengan konsumsi MSG.
Pada awal tahun 1970an Dr. John Olney menemukan
kalau tingginya kadar MSG dapat menyebabkan kerusakan system syaraf dan otak
pada tikus. Dan Kerusakan ini bersifat irreversibel.
Tapi hasil percobaan pada manusia hingga saat ini
belum bisa dibuktikan, apakah hasilnya serupa. Beberapa pihak mengatakan dengan
mengkonsumsi MSG maka bisa menimbulkan efek samping (Sindrom MSG) seperti
pusing, ketegangan di sekitar wajah, keletihan, berkeringat, nafas yang pendek,
nervus, dll. Belum lagi tingginya konsumsi dari MSG dikaitkan dengan masalah
Obesitas. Sebagian mengatakan bahwa MSG sama sekali tidak mempunyai efek
samping, karena tubuh kita sendiri bisa mencerna Glutamat dalam usus, bahkan
tubuh kita sendiri juga memproduksi Glutamat dalam jumlah yang diperlukan untuk
kepentingan metabolisme tubuh. Contohnya Glutamat berperan dalam siklus asam
sitrat.
Dalam kasus tertentu, ada orang-orang yang
metabolisme tubuhnya sensitive terhadap MSG / alergi terhadap MSG. Dan juga
untuk anak2 autis yang disarankan untuk diet/menghindari zat tertentu antara
lain MSG ini karena system metabolisme tubuhnya yang tidak seimbang sehingga
tidak dapat menerima MSG.
No comments:
Post a Comment